Senin, 14 September 2015

Menangani siswa bermasalah

Keterampilan Dasar Sederhana dalam Menangani Siswa Bermasalah

PEMBAHASAN
Keterampilan Dasar Sederhana dalam Menangani Siswa Bermasalah
A.    Defeinisi Keterampilan
Secara sederhana keterampilan adalah "kecakapan untuk menyelelesaikan tugas". Secara khusus adalah kelebihan atau kecakapan yang dimiliki oleh seseorang untuk mampu menggunakan akal, fikiran, ide dan kreatifitasnya dalam mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu. sumber lain mengatakan keterampilan yaitu kemampuan seseorang untuk menggunakan akal, fikiran, ide dan kreatifitasnya dalam mengerjakan, mengubah, menyelesaikan ataupun membuat sesuatu menjadi lebih bermakna sehngga menghasilkan sebuah nilai dari hasil pekerjaan tersebut.
B.     Latar Belakang Siswa Bermasalah
Bahwa dalam suatu sekolah terdapat anak didik yang berprestasi tinggi dan anak didik yang berprestasi rendah. Namun disisi lain dari kedua fenomena diatas adalah adanya siswa sampai individu yang nakal, malas, serta masih banyak fenomena-fenomena yang terjadi pada.diri anak didik sebagai individu yang tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan individu telah menghiasi perilaku hidup dan kehidupannya, bahkan sampai terbawa kepada proses belajar mengajar di sekolah.
Akibatnya lahir sejumlah anak-anak yang bermasalah, yang bila tidak ditangani dengan baik, maka akan menimbulkan dampak negative bagi diri, lingkungan dan masa depannya sendiri. Adalah figur seorang guru yang dimana dalam kesehariannya berhadapan dengan para siswa, tentu hal seperti ini biasa terlupakan atau luput dari perhatian mereka. Hal ini dapat dimaklumi karena guru itu sendiri hanya mengejar target kurikulum, adapun daya serap biasanya dibuat diatas meja bagi sebagian personil guru tersebut.
Disisi lain, siswa bermasalah bisa dipacu prestasi belajarnya bila mereka dengan cepat teridentifikasi dan ditindaklanjuti. Bukan sekedar diketahui individu tertentu mengalami prestasi yang tidak maksimal, kemudian tidak dengan segera dicari penyebabnya. telah diketahui bahwa siswa yang bermasalah memiliki cakupan definisi yang sangat luas,  bahwa batasan siswa bermasalah terbagi atas tiga bagian besar yang saling berkaitan, yaitu : a. Siswa malas b. Siswa nakal c. Siswa bodoh (berprestasi dibawah rata-rata kelas).
Selain itu,terdapat 2 faktor yang menyebabkan siswa bermasalah yaitu :
1.Faktor Intrinsik (dalam diri anak sendiri) 
  1. Kurangnya waktu yang disediakan untuk bermain 
  2. kelelahan dalam beraktifitas (misal, terlalu banyak bermain)
  3. sedang sakit
  4. sedang sedih (misal, bertengkar dengan teman sekolah)
2.  Faktor ekstrinsik
  1. Sikap orang tua yang tidak memperhatikan anak dalam belajar atau sebaliknya. Banyak orang tua yang menuntut anak belajar hanya demi angka (nilai) dan bukan atas dasar kesadaran dan tanggung jawab anak selaku pelajar.
  2. Sedang punya masalah di rumah 
  3. Bermasalah disekolah (phobia sekolah, sehingga apapun yang berhubungan dengan sekolah jadi enggan untuk dikerjakan).
  4. Tidak mempunyai sarana yang menunjang belajar (misal tidak tersedianya ruang belajar khusus, meja belajar, buku pejunjang, dan penerangan yang bagus, alat tulis, buku, dan sebagainya)
Suasana rumah penuh dengan kegaduhan, keadaan rumah yang berantakan ataupun kondisi udara ynag pengap. Selain itu tersedianya fasilitas permainan ynag berlebihan di rumah juga dapat mengganggu minat belajar anak, mulai dari radio, tape, VCD, DVD, atau komputer dan Plays Stations.
C.    KEMAMPUAN BEREMPATI
Kemampuan adalah kesanggupan, kekuatan, kekuasaan atau kebolehan untuk melakukan sesuatu (Salim, 1991). Berdasarkan Kamus Lengkap Psikologi (Chaplin, 2005) kemampuan atau ability adalah kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan. Selain itu kemampuan juga merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan/praktik.
Empati adalah suatu kepribadian yang ikut merasa dan berpikir ke dalam kepribadian lain sehingga tercapai suatu keadaan identifikasi (May, 1997). Menurut Chaplin (2005), empati adalah pemroyeksian perasaan sendiri pada satu kejadian, satu objek alami, atau satu karya estetis. Selain itu empati juga merupakan realisasi dan pengertian terhadap perasaan, kebutuhan dan penderitaan pribadi lain.
Empati sebagai sebuah proses dimana kita seolah-olah mengalami sendiri apa yang dialami oleh orang lain (Feshbach, 1978; Hoffman, 1985, dalam Strayer & Roberts, 1997). Davis (1983) menyatakan bahwa empati merupakan suatu reaksi atau respon individu pada saat ia mengamati pengalaman-pengalaman orang lain.
Davis (1983) secara global ada 2 komponen dalam empati, yaitu komponen kognitif dan komponen afektif yang masing – masing mempunyai 2 aspek, yaitu: Aspek kognitif terdiri dari Perspective Taking (PT) atau Pengambilan Perspektif dan Fantasy (FS) atau Fantasi, sedangkan komponen afektif meliputi aspek Emphatic Concern (EC) atau Perhatian Empatik dan Personal Distress (PD) atau Distress Pribadi.
Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa empati adalah keasnggupan seseorang untuk mengalami pengalaman perasaan yang berorientasi pada orang lain yang mungkin sama dengan orang lain tetapi tidak harus identik, berasal dari keprihatinan terhadap keadaan emosional dan kondisinya dan menerima sudut pandang orang lain.
D.     SIKAP DAN EMPATI GURU TERHADAP SISWA
·         Sikap Guru Terhadap Siswa
            Sebagai guru hendaknya memiliki sikap, sebagai berikut :
a.       Memiliki sikap jujur
Jujur diartikan sebagai mengatakan sesuatu yang sebenar-benarnya. Memiliki sikap terbuka. Keterbukaan mengandung makna bahwa seseorang hendaknya menunjukan keterbukaan kepada orang lain. Keterbukaan diri seorang guru dan siswa dapat memperlancar timbulnya suasana saling mempercayai.
b.       Berfikir positif
Berfikir positif merupakan satu kesatuan cara berfikir sehat yang menyeluruh sifatnya, karena mengandung gerak maju yang penuh dengan daya cipta terhadap unsur-unsur yang nyata dalam kehidupan manusia.
c.       Memiliki Rasa Empati
Empati merupakan kekuatan untuk mengerti pikiran dan perasaan orang lain. Empati ini sebagai cara yang pokok kearah pemahaman dari orang lain. Jika seseorang memasuki kerangka berfikir (cara berfikir) orang lain, menempatkan dirinya kedalam dunia orang lain, maka dapat dikatakan orang tersebut telah mengadakan empati kepada orang lain.
d.      Berfikir Hangat
Kehangatan merupakan suatu suasana penuh persahabatan dan penuh perhatian yang ditunjukkan dengan ekspresi non verbal, seperti senyum , kontak mata, dan berbagai ekspresi non verbal lainnya yang menunjukkan      adanya perhatian kepada orang lain.
e.        Bersikap Peduli
 Kepedulian merupakan istilah yang amat dekat dengan kehangatan, tetapi memiliki tingkat emosional yang lebih mendalam. Jadi pada aspek ini seorang pembimbing dituntut mampu menunjukkan ekspresi non verbal kepada siswa yang dapat menumbuhkan rasa aman, tenteram, penuh kekeluargaan, sehingga siswa merasa betah dengan guru.
f.       Dapat dipercaya
            Guru adalah model, teladan bagi para siswanya. Karena itu guru harus dapat dipercaya  oleh murid-muridnya. Guru dapat ditiru dan digugu. Segala ucapan dan tindakan guru menjadi perhatian oleh siswa. Perhatian ini akan menimbulkan sikap percaya atau tidak percaya oleh siswa. Kejujuran menjadi hal utama untuk menimbulkan kepercayaan siswa pada guru.
g.      Sikap rendah hati
       Sikap rendah hati yaitu sikap yang mampu menerima kritik serta saran dari orang lain. Tidak menyombongkan diri adalah sikap yang mencerminkan rendah hati.
h.      Ramah
            Sikap ramah ( tidak berpura-pura) menjadi modal penting bagi guru. Ramah adalah sikap suka bergaul dan menyenangkan dalam pergaulan, baik hati, menarik budi bahasanya dan suka bercakap-cakap.
i.        Sabar
            Sabar adalah "sikap yang tahan menghadapi percobaan ( tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak cepat patah hati, tidak tergesa-gesa, tidak terburu nafsu, bersikap tenang ( Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1988:763).
j.        Pribadi yang menarik
            Guru pasti berhadapan dengan banyak siswa. Diantara siswa yang dilayani memiliki karakter yang beragam. Agar dapat memuaskan semua siswa yang dilayani, guru dalam perannya hendaknya memiliki kepribadian yang menarik. Indikator kepribadian yang menarik adalah, luwes (tidak kaku), simpatik, empatik, peka, memiliki kepedulian yang tinggi.
Anak didik senang dengan sikap dan perilaku yang baik yang diperlihatkan oleh guru. Seperti dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah (1994: 61), Freud W, Hart telah melakukan penelitian terhadap 3.725 orang anak didik HIG HTS School di Amerika Serikat. Dari hasil penelitiannya itu, dia menyimpulkan dengan mengemukakan sepuluh sikap yang baik dan disenangi siswa adalah sebagai berikut :
·         Suka menolong pekerjaan sekolah dan menerangkan pelajaran dengan jelas dan mendalam serta menggunakan contoh-contoh yang baik dalam mengajar.
·         Periang dan gembira, memiliki perasaan humor dan suka menerima lelucon atas dirinya.
·         Bersikap bersahabat, merasa sebagai seorang anggota dalam kelompok kelas.
·         Menaruh perhatian dan memahami anak didiknya.
·         Berusaha agar pekerjaan menarik, dapat membangkitkan keinginan-keinginan bekerja sama dengan anak didik.
·         Tegas, sanggup menguasai kelas dan dapat membangkitkan rasa hormat pada anak didik.
·         Tidak ada yang lebih disenangi, tak pilih kasih, dan tak ada anak emas atau anak tiri.
·         Tidak suka mengomel, mencela, dan sarkastis.
·         Anak didik benar-benar merasakan bahwa ia mendapatkan sesuatu dari guru.
·         Mempunyai pribadi yang dapat diambil contoh dari pihak anak didik dan masyarakat lingkungannya.
Empati Guru Terhadap Siswa
Empati guru terhadap siswa berkaitan dengan banyak hal, seperti pikiran, kepercayaan, dan keinginan guru berhubungan dengan perasaan siswanya. Guru yang berempati akan mampu mengetahui pikiran dan keadaan jiwa atau suasana hati (mood) siswanya. Karenanya, empati sering dianggap sebagai semacam resonansi perasaan. Dari perspektif lain dapat dirumuskan definisi seperti berikut ini. Pertama, empati adalah kemampuan guru menyelami perasaan siswanya tanpa harus tenggelam ke dalam diri siswa itu.Kedua, empati adalah kemampuan guru mendengarkan perasaan siswanya tanpa harus larut pada kondisi siswanya. Ketiga, empati adalah kemampuan guru melakukan respon atas keinginan siswanya yang tidak terucap.
Contoh Merespon Dengan Empati :
·      Saya paham keyakinan Anda dan saya akan membantu memperlancar Anda mewujudkannya, meski saya berbeda pendapat dalam hal itu.
·      Saya ikut merasakan keluhan Anda atas rencana penerapan pendekatanberprestasi dalam penggajian. Ketika Anda berusaha menolaknya, saya akan ikut berargumentasi, namun kalau Anda ada sendiri mengalami kesulitan mengikuti kebijakan itu, saya pun akan membantu Anda menjelaskannya.
E.     KETERAMPILAN MENDEENGARKAN SECARA AKTIF
Mendengarkan adalah, mengungkapkan pengertian dari mendengar yaitu suatu proses menangkap, memahami dan mengingat dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang di dikatakan kepadanya. Dalam konsep tersebut terdapat tiga tahapan proses mendengarkan. Ketiga tahapan proses mendengarkan itu adalah sebagai berikut:
Ø  Tahap menangkap dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan ole orang lain kepadanya
Ø  Tahap memahami dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya.
Ø  Tahap mengingat dengan sebaik-baiknya apa yang didengarnya atau sesuatu yang dikatakan oleh orang lain kepadanya.
Dalam sesi konseling yang baik pastilah terjadi dialog yang cair antara konselor dengan konseli, dan ini akan terjadi jika konselor memiliki keterampilan mendengarkan aktif, keterampilan dasar yang harus dikuasi konselor. Mendengarkan aktif (active listening) berbeda dengan mendengar (hearing). Mendengarkan aktif merupakan sebuah proses yang kompleks, melibatkan semua panca indera dan bagian-bagian tubuh lain secara aktif sehingga pesan yang disampaikan menjadi bermakna. Sedangkan mendengar merupakan respon fisiologis saat menerima stimulus yang berupa suara dengan indera pendengar.
Mendengarkan aktif berarti konselor menaruh minat pada persoalan konseli, dan peduli dengan apa yang dipikirkan atau dirasakannya. Konselor menganggap konseli adalah penting dan berharga, tanpa menghakimi atau menilai. Konselor berusaha memahami, memaafkan dan menerima sudut pandang konseli, namun tidak berarti konselor menyetujui pendapat konseli. Mendengarkan aktif akan membantu konselor dan konseli memahami mengenai apa yang terjadi, karena dalam kondisi bermasalah, konseli tidak selalu dapat berfikir jernih. 
Mendengarkan aktif dapat meningkatkan hubungan interpersonal antara konselor dengan konseli menjadi lebih rileks, bebas, dan akrab. Mendorong konseli berbicara dengan bebas, meluapkan emosi, menurunkan ketegangan, kemarahan, agresi , frustasi yang dialami tersalurkan. Pada akhirnya akan membuat pikiran konseli menjadi lebih jernih, sehingga dapat memahami dirinya dan persoalan yang dihadapinya dengan lebih baik dan realistik.
Dalam mendengarkan aktif, terjadi tiga proses yang berjalan bersamaan, 1) mengamati, yaitu memperhatikan dengan seksama pesan verbal dan non verbal yang nampak maupun tersembunyi, 2) memahami, yaitu menganalisa dan menerima apa yang dirasakan dan dialami konseli, 3) menanggapi, yaitu memberikan umpan balik secara verbal dan non verbal dengan tepat yang menunjukkan bahwa konselor mendengarkan dengan baik dan memahami “pesan” yang disampaikan konselor.
Ada 6 unsur mendengarkan secara aktif yaitu
1.      Hearing
2.      Understanding
3.      Remembering
4.      Interpreting
5.      evaluating
 Ada beberapa keterampilan yang perlu dikuasai
  1.  Restating (menyatakan kembali) yaitu mengulang kembali apa yang dikatakan murid, secara lebih sederhana, jelas, dan singkat dengan menggunakan kata-kata Anda sendiri. Tujuan: menunjukkan atensi (perhatian), mengecek sama atau tidak penangkapan antara apa yang disampaikan murid dengan yang diterima guru, serta mendorong agar murid lebih banyak mengungkapkan cerita selanjutnya. Misalnya:
·         “Baiklah, bila tidak salah tangkap, tadi Mbak menjelaskan bahwa setiap hari Ayah dan Ibu bertengkar hebat ya…”
·         “Mbak sulit tidur, mimpi buruk, dan mengigau ya…”
  1. Summaring ( menyarikan) yaitu menyusun rangkuman dari fakta dan potongan-potongan informasi dari permasalahan untuk mengecek sama tidaknya pengertian antara guru dengan murid. Misalnya:
·         “Kedengarannya seolah-olah Mbak tidak percaya dengan saudara-saudara kandung Mbak. Benarkah demikian?”
·         “Sepertinya Mbak ingin agar mereka mengetahui apa yang diharapkan Mbak.”
  1. Memberikan dorongan psikologis dengan cepat dan singkat (minimal encourages) yaitu secara cepat-singkat-pendek memberikan tanda positif bahwa guru mengikuti pembicaraan bisa dengan ucapan, dan gerak tubuh. Gerak tubuh dengan mengangguk-angguk. Sedangkan ucapan, misalnya: Umm-hmm; Oh ya?; Saya mengerti; Lalu; Kemudian; Selanjutnya bagaimana?; Dan?; Terus?; dst.
  2. Merefleksikan (reflecting) yaitu bukan hanya mengulang apa yang disampaikan murid, tetapi memberikan pernyataan dengan bahasa sendiri mengenai perasaan murid tentang sesuatu. Misalnya:
·         “Nampaknya ini sangat mengganggu Mbak.”
·         “Sepertinya hal ini menjadi sesuatu yang sangat penting bagi Mbak.”
  1. Memberikan umpan balik (giving feedback) yaitu menunjukkan pada murid apa yang guru fikirkan pada saat itu. Sampaikan informasi, pengamatan, insight, dan pengalaman yang terkait dengan situasi saat itu. Lalu dengar baik-baik untuk mengonfirmasi yang sebenarnya terjadi pada murid. Misalnya:
·         “Saya merasa, Mbak tegang sekali saat ini, betulkan demikian?”
·         “Mbak sepertinya ragu-ragu dengan apa yang akan diceritakan, benarkah demikian?
  1. Melabeli emosi. Yaitu, memberikan penamaan mengenai apa yang dirasakan siswa. Misalnya;
·         “Ini namanya Trauma mbak”
·         “Saya kira apa yang dialami Mbak adalah depresi yaitu stres yang berkepanjangan dan tidak segera diatasi.”
  1. Menggali informasi. yaitu menanyakan sesuatu pada murid untuk lebih dalam dapat memahami akar persoalan dan mendapatkan informasi yang berguna. Misalnya:
·         “Menurut Mbak, apa yang terjadi kalau Mbak melakukan…..”
·         “Jika kondisinya menjadi demikian…, kira-kira apa yang akan dilakukan Mbak?”
  1. Memberikan validasi. Yaitu memberikan pengakuan atau penghargaan terhadap masalah, hal-hal yang dibicarakan, dan perasaan-perasaan murid yang telah disampaikan dengan mendengarkan secara empatis. Misalnya:
·         “Saya senang, Mbak bersedia mengungkapkan hal yang sulit untuk dibagi dengan orang lain…”
·         “Saya sangat bangga bisa menjadi teman Mbak untuk berbagi pengalaman yang mungkin tidak mudah untuk diungkapkan…”
  1. Diam efektif. Yaitu sengaja berhenti sementara untuk mengesankan bahwa akan ada suatu hal penting yang akan disampaikan. Misalnya ;
·         “Mbak perlu tahu bahwa…..(pause)….hal yang Mbak lakukan itu salah... ”
  1. Memberikan pesan dan mengarahkan kembali.
Ada beberapa hal yang seringkali tanpa disadari guru melakukan hal-hal yang membuat murid “kapok‟ tidak mau bicara atau bercerita lebih jauh lagi. Berikut adalah penghambat komunikasi (communication blockers) yang perlu dihindari guru dalam membantu murid-muridnya. Penghambat ini dapat menghentikan komunikasi yang tengah berlangsung.
  1. Pertanyaan “mengapa”. Pertanyaan ini membuat murud bersikap defensif.
  2. Memberikan penyelesaian secara cepat. Misalnya, “jangan khawatir tentang itu”, “itu sih hal biasa” . Padahal murid sedang mengkhawatirkan hal tersebut. Akibatnya murid terhenti karena menceritakan kekhawatiran tersebut adalah hal yang “bodoh‟.
  3. Menasihati (advising) pada saat yang kurang tepat. Nasihat kadang dibutuhkan murid, terutama ketika mereka bertanya apa yang sebaiknya dilakukan atau diputuskan. Tetapi jika nasihat itu lahir atas inisiatif guru tanpa pertimbangan yang tepat, maka hal ini menimbulkan blocking (berhenti).
  4. Menggali informasi dan memaksa murid menceritakan sesuatu yang mereka tidak mau mengungkapkannya.
  5. Memberi label negatif pada murid. Misalnya; “Malang sekali dikau ini Mbak.” “Menyedihkan sekali Mbak ini nasibnya.”
  6. Terkesan menceramahi.
  7. Memotong pembicaraan. Karena hal ini menunjuanguru tidak berminat dengan curhatan murid.
F.     BEKERJASAMA DENGAN GURU PEMBIMBING ALAM MENANGANI MASALAH SISWA.
Tugas dan tanggung jawab seorang guru sebagai pendidik adalah mendidik sekaligus mengajar, yaitu membantu peserta didik untuk mencapai kedewasaan. Dalam proses pembelajaran tugas utama guru selain sebagai pengajar juga sebagai pembimbing. Guru hendaknya memahami semua aspek pribadi peserta didik baik fisik maupun psikis dan mengenal, memahami tingkat perkembangan peserta didiknya yang meliputi kebutuhan, pribadi, kecakapan, kesehatan mentalnya, dan lain sebagainya.
Untuk mengembangkan cara belajar siswa di sekolah maka diperlukan kerjasama antara guru BK dengan guru mata pelajaran di sekolah. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Dewa Ketut Sukardi (2000:113) pelayanan yang diberikan oleh guru BK terhadap siswa dapat berjalan secara efektif, maka guru BK memerlukan bantuan dan kerjasama dengan seluruh tenaga pengajar dan tenaga kependidikan lainnya di sekolah khususnya dengan guru mata pelajaran.
Perlunya kerjasama yang baik antara guru BK di sekolah dengan guru mata pelajaran dikarenakan guru mata pelajaran merupakan orang yang sering bertatap muka dengan siswa di kelas. Dengan demikian, guru mata pelajaran memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk mengetahui sikap, kemampuan, bakat, minat, dan cara belajar siswa. Menurut Dewi Justitia (1994:45) guru BK dapat memberikan dorongan agar siswa mampu mengikuti proses belajar dengan baik, dapat menangani keluhan yang dialami siswa dalam proses belajarnya serta mampu menyusun perencanaan layanan yang sesuai untuk mengatasi masalah tersebut.  Untuk mengetahui bagaimana cara belajar siswa maka dibutuhkan informasi dan data dari guru mata pelajaran.
Abu Ahmadi (1990:98) menambahkan guru mata pelajaran mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan peserta didik, berarti guru juga mempunyai peranan dalam melihat dan memperhatikan bagaimana perkembangan siswanya. Permasalahan yang ditemukan di sekolah adalah guru mata pelajaran kurang mengidentifikasi siswa yang mempunyai cara belajar yang buruk dalam proses belajar di sekolah dan guru BK jarang menanyakan cara belajar siswa dalam proses belajar di kelas kepada guru mata pelajaran dikarenakan tidak semua guru mata pelajaran yang mengkonsultasikan permasalahan cara belajar siswa di kelas kepada guru BK.
Sementara itu kehadiran konselor di sekolah dapat meringankan tugas guru dalam beberapa aspek yaitu
  1. Mengembangkan dan memperluas pandangan guru tentang masalah efektif yang mempunyai kaitan erat dengan profesinya sebagai guru.
  2. Mengembangkan wawasan guru bahwa keadaan emosionalnya akan mempengaruhi proses belajar mengajar.
  3. Mengembangkan sikap yang lebih positif agar proses belajar siswa lebih efektif.
  4. Mengatasi masalah-masalah yang ditemui guru dalam melaksanakan tugasnya.
Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses yang sarat dengan unsur-unsur budaya, sosial dan lingkungan. Oleh karenanya pelayanan  bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri hingga konselor perlu bekerja sama dengan orang-orang yang dihadapi oleh siswa seperi orang tua, siswa, guru dan lain sebagainya yang mungkin terkait dengan masalah klien. Dalam menanggulangi hal ini maka peranan guru mata pelajaran, orang tua, dan pihak-pihak lain seringkali sangat menentukan. Guru pembimbing harus pula memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dan dapat diadakan untuk kepentingan pemecahan masalah siswa. Guru mata pelajaran merupakan mitra bagi guru pembimbing, khususnya dalam menangani masalah-masalah belajar.
Sesuai dengan prinsip yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan maka guru pembimbing, guru mata pelajaran dan orang tua akan sangat berperan penting dalam menentukan hasil bimbingan. Guru pembimbing dan guru mata pelajaran dapat mengalih tangankan kasus sesuai dengan asas alih tangan dimana penanganan kasus siswa bermasalah dialihkan dari satu pihak kepihak lain yang dianggap lebih tepat, guna menghindari penanganan yang tidak tepat.
Prayitno (2004) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab guru kelas dan guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling sebagai berikut:
1.      Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa
2.     Membantu guru pembimbing/konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.
3.     Mengalih tangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing/konselor
4.      Menerima siswa alih tangan dari guru pembimbing/konselor, yaitu siswa yang menuntut guru pembimbing/konselor memerlukan pelayanan pengajar /latihan khusus (seperti pengajaran/ latihan perbaikan, program pengayaan).
5.      Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.
6.      Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan.
7.      Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus.
8.      Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.
Implementasi kegiatan bimbingan dan konseling dalam pelaksanaan Kurikulum tingkat satuan pendidikan menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar Oleh karena itu peranan guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Sebagaimana yang telah diketahui, terdapat Sembilan peran guru dalam kegiatan bimbingan dan konseling, yaitu:
  1. Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informative, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
  2. Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
  3. Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamiskan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreatifitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
  4. Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
  5. Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
  6. Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidkan dan pengetahuan.
  7. Fasilitator, guru akan memberikan fasiitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
  8. Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
  9. Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
G.    TEKNIK MENGIDENTIFIKASI MASALAH SISWA.
Seiring dengan perkembangan zaman, permasalahan yang dialami siswa disekolah-sekolahpun semakin kompleks. Banyak siswa yang secara psikologis maupun kehidupan sosialnya mengalami masalah. Sehingga dapat mengganngu aktifitas  belajarnya. Untuk mengatasi masalah-masalah yang dialami siswa, disetiap sekolah biasanya memiliki guru Bimbingan Konseling masing-masing, dan cara penyelesaian masaahnyapun beragam, misalnya melalui metode Bimbingan Konseling kelompok yaitu setiap siswa memiliki kelompok konseling masing-masing dimana setiap anggota kelompok bisa saling memberi pandangannya.
            Secara psikologis BK disekolah saat ini, konselor memberikan layanan psikologis dalam suasana pedagogis, jadi konselor memberikan layanan psikopedagogis dalam seting persekolahan. Penanganan masalah yang dihadapi oleh siswa dilakukan dengan langsung berhubungan dengan siswa yang bersangkutan. Masalah yang dihadapi tidak dibatasi pada bidang-bidang tertentu saja tetapi bisa juga menyangkut masalah pribadi, akademik, sosiak dan sebagainya. Namun pada pembahasan mengidentifikasi masalah pada siswa secara umum adalah masalah kesulitan belajar pada siswa.
            Belajar pada dasarnya merupakan proes usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu, sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataanya masih ada siswa yang seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagaimana yang diharapkan. Hal itu menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar yang merupakan hambatan dalam mencapai hasil belajar. Sementara itu setiap siswa dalam mencapai kesuksesan dalam belajar, mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang dapat mencapainya tanpa kesulitan akan tetapi banyak pula siswa yang mengalami kesulitan, sehingga menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya. Untuk itu peran Bimbingan Konseling di sekolah sangat penting. Berikut langkah-langkah konselor dalam menghadapi masalah pada siswa khususnya masalah kesulitan belajar pada peserta didik:
ü  Teknik mengidentifikasi kesulitan belajar siswa:
  1. Teknik Non Tes
a.       Metode Wawancara
Metode yang ditanyakan: faktor penyebab kesulitan belajar
b.      Metode Observasi
Aspek yang perlu di observasi adalah: kebiasaan dalam menyelesaikan tugas belajar, ketekunan dalam belajar, ketertibab dalam proses belajar dan mengajar, cara mereaksi stimulus, hubungan social siswa, kondisi fisiologis dan psikologis siswa dan sarana belajar yang dimiliki oleh siswa.
  1. Teknik Tes
a.       Tes Hasil Belajar:
1)      Tes Diagnostik
2)      Tes Formatif
3)      Tes Sumatif
b.      Tes Psikologis
1)      Tes Intelegensi Umum
2)      Tes Bakat Khusus
3)      Tes Kepribadian
  • Langkah-langkah Diagnosa
Diagnosa merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks belajar mengajar faktor-faktor yang menjadi penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input maupun output belajar pada siswa.
ü  Terdapat 2 langkah dalam melakukan diagnosis:
  1. Melokalisasi letak kesulitan belajar
Tujuan: menemukan dimana letak kesulitan belajar pada peserta didik
Caranya dengan: mendeteksi kesulitan belajar pada bidang studi tertentu dan mendeteksi ruang lingkup bahan pelajaran yang mana siswa mengalami kesulitan belajar.
  1. Menentukan Faktor penyebab kesulitan belajar
  1. Faktor Internal:
1)      Fisiologis: Intelegensi, hambatan persepsi (gangguan perceptual modality concept, gangguan overloading perceptual system) hambatan penglihatan dan pendengaran (Panca Indera), gizi, kecanduan(alcohol, narkoba) dan kelelahan.
2)      Psikologis: Minat, Bakat kepribadian, kebiasaan beajar, motivasi belajar, cita-cita, rasa percaya diri, salah jurusan, kebiasan buruk seperti mudah marah, mudah tersinggung, sukar bergaul, penyendiri.
  1. Faktor Eksternal:
1)      Lingkungan: Harapan orang tua terlalu tinggi tidak sesuai dengan kemampuan anak, kurang perhatian dari orang tua, konflik keluarga, kondisi social ekonomi keluarga, budaya dilingkungan masyarakatnya, kegiatan diluar akademik yang diikuti, pacaran dll.
2)      Instrumen Belajar: Fasilitas belajar (gedung, sekolah, buku pelajaran dan media penunjang lainnya) kurikulum sekolah, dan kebijakan penialaian.
ü  Langkah-langkah Menentukan Prognosi
Prognosis merupakan usaha untuk menelaah/mengkaji masalah yang dialami seseorang, termasuk kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul jika masalah itu dibantu, serta memperkirakan teknik atau jenis bantuan yang akan diberikan kepada orang yang mengalami masalah tersebut. Langkah Prognosis ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya.
  • Ada 3 langkah dalam melakukan prognosis
1.      Memerkirakan alternative bantuan:
Konselor akan memperkirakan apakah siswa tersebut masih mungkin ditolong untuk mengatasi kesulitannya atau tidak, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan tersebut, kapan dan dimana bantuan tersebut diberikan, siapa yang akan data memberikan bantuan, bagaimana cara menolong siswa yang efektif, dan siapasajakan yang harus dilibatkan
2.      Menetapkan kemungkinan cara mengatasi kesulitan belajar.
Ini dilakukan dengan cara mendiskusikan dan mengomunikasikan dengan pihak pihak yang terlibat dalam pemberian bantuan tersebut, misalnya: kepala sekolah, Wali Kelas, guru bidang studi dan orang tua. Bantuan tersebut dapat diberikan melalui program remedial, pengayaan.
3.      Tindak Lanjut
Memberikan siswa yang mengalami kesulitan belajar berupa pengajaran remedial, melibatkan pihak yang dapat membantu siswa tersebut dan Senantiasa mengikuti perkembangan kemajuan yang dicapai siswa (pemahaman atau evaluasi program bantuan yang diberikan)
  • Praktik Layanan Bmbingan Belajar
Praktik layanan bimbingan belajar kepada peserta didik amatlah penting, mengingat tujuan akhir dari suatu pembelajaran adalah mengarahkan peserta didik agar mampu belajar mandiri demi kesuksesan peserta didik itu sendiri dimasa yang akan dating. Adapun layanan bimbingan belajar dapat diberikan melalui 2 pendekatan yaitu: pendekatan individual dan pendekatan kelompok (diskusi, bekerja kelompok, karya wisata dll).
  • Jenis layanan Bimbingan Belajar
  1. Non Psikologis: dengan cara perbaikan cara belajar siswa dan perbaikan cara mengajar guru.
  2. Psikologis: peningkatan motivasi berpresasi dengan memberikan hukuman, mengadakan kompetisi atau pemberitahuan hasil tes dan penanaman prinsip-prinsip belajar.
DAFTAR PUSTAKA
  • Salim, P. & Salim, Y. 1991. Kamus Bahasa Indonesia Konteporer Edisi Pertama. Jakarta: Modern English Press.
  • Chaplin, J.P. 2005. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
  • May, R. 1997. Seni Berkonseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Davis, M. 1983. Measuring Individual Differences in Emphaty: Evidence for a Multidimensional Approach. Journal of Personality and Social Psychology. 44(1). 113-126.
  • Strayer, J. & Roberts, W. 1997. Facial and Verbal Measures of Children’s Emotions and Empathy. 20(4). 627-649.
  • Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
  • Wardati dan Mohammad Jauhar. 2011. Implementasi Bimbingan dan Koseling di Sekolah. Jakarta: Prestasi Pustaka
·         Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling . Jakarta: Rineka Cipta
  • SENI MENDENGARKAN AKTIF, Muna Erawati, PDF
Sumber Internet :
·         http://rajapresentasi.com/2010/11/teknik-mendengarkan-secara-aktif-active-listening-skills/
http://psychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi-03320165.pdf




Posting Komentar